Februari 2017

IPNUIPPNUKABSEMARANG.OR.ID ~ Salah satu ulama Nusantara yang dikenal ahli dalam bidang ilmu falak adalah KH Ahmad Dahlan. Kiai Dahlan lahir di Termas Pacitan Jawa Timur 1862 dan wafat di Semarang 1911. Makam beliau berada di sisi timur Makam KH Sholeh Darat di Makam Bergota Semarang. Menyebut nama Ahmad Dahlan memang orang menjadi tertuju pada sosok pendiri Muhammadiyah. Dan ternyata dua sosok bernama yang sama itu, KH Ahmad Dahlan Termas dan KH Ahmad Dahlan Yogyakarta, sama-sama mengaji di Pondok Pesantren KH Sholeh Darat.

KH Ahmad Dahlan Termas (sebagian orang menyebut KH Ahmad Dahlan Semarang) merupakan putra dari Abdullah bin Abdul Mannan bin Demang Dipomenggolo I yang merupakan keturunan Ketok Jenggot punggawa Keraton Surakarta, tokoh cikal bakal berdirinya daerah Termas. Dipomenggolo I merupakan seorang santri ahli agama yang berdarah bangsawan yang mendirikan Pesantren Semanten. Salah satu putra Dipomenggolo bernama Mas Bagus Sudarso juga dikirim belajar agama di Pondok Pesantren Tegalsari Ponorogo. Di pesantren yang juga mengkaji budaya ini diasuh Bagus Burhan atau Ronggowarsito.
 
Kakak dari KH Ahmad Dahlan adalah KH Mahfudz Termas (1842-1920) dan adiknya bernama KH Dimyati Termas (wafat 1934). Tiga bersaudara ini memiliki keilmuan yang sangat luar biasa. Dunia pesantren sangat mengakui peran besar kakak-beradik ini dalam keilmuan-keilmuan agama Islam terutama paham ahlussunnah wal jama’ah.
 
Sosok KH Ahmad Dahlan yang sangat pandai tidak bisa dilepaskan dari kiprah keluarganya. Keluarga Termas memang sudah dikenal melahirkan ulama Nusantara yang sangat berkontribusi besar dalam dunia pesantren. Misalnya KH Mahfudz Termas dikenal sebagai ulama yang memiliki puluhan karya kitab dan spesialis di bidang hadits, telah mencetak murid yang menjadi ulama pesantren. 
 
Keahlian KH Ahmad Dahlan Termas dalam bidang ilmu falak ditandai dengan penyebutan namanya dengan sebutan KH Ahmad Dahlan Alfalaky. Kepandaiannya dalam ilmu agama, menjadikannya diambil sebagai menantu KH Sholeh Darat. Ia dinikahkan dengan putri KH Sholeh Darat bernama RA Siti Zahra dari jalur istri RA Siti Aminah binti Sayyid Ali. Dari pernikahan ini, pada tahun 1895, melahirkan anak bernama Raden Ahmad Al Hadi yang kelak ketika dewasa menjadi tokoh Islam di Jembrana Bali.
 
KH Ahmad Dahlan memulai pendidikannya dari para kiai yang ada di Termas kemudian melanjutkan belajar kepada kakaknya KH Mahfudz Termas yang ada di Makkah. Saat di tanah suci inilah KH Ahmad Dahlan bersahabat dengan ahli falak Syaikh Muhammad Hasan Asy’ari Bawean Madura (wafat 1921). Syaikh Muhammad Hasan Asy’ari mempunyai karya Kitab Muntaha Nataiji al Aqwal.

Dalam buku Materpiece Islam Nusantara: Sanad dan Jejaring Ulama-Santri 1320-1945 karya Zainul Milal Bizawie disebutkan bahwa KH Ahmad Dahlan dan Syaikh Muhammad Hasan Asy’ari berangkat menuju beberapa wilayah Arab dan menuju ke Al Azhar Kairo. Di Kairo keduanya berjumpa dengan dua ulama Nusantara: Syaikh Jamil Djambek dan Syaikh Ahmad Thahir Jalaludin. Selama di Kairo keduanya mengkhatamkan kitab induk ilmu falak karya Syaikh Husain Zaid Al Mishri, Al Mathla’ fi Al Sa’id fi Hisabi al Kawakib ‘ala Rashdi al Jadid yang ditulis awal abad 19.
 
Setelah selesai belajar di Arab, kemudian ia pulang ke tanah air. Berdasarkan saran dari kakaknya, sesampai di tanah air KH Ahmad Dahlan bersama dengan Syaikh Hasan Asy’ari diminta untuk belajar agama dengan KH Sholeh Darat di Semarang. Maka pesan itu dilaksanakan. KH Ahmad Dahlan mengaji dengan KH Sholeh Darat di Semarang. Dan sudah menjadi tradisi para ulama Nusantara, para santri yang sudah belajar di Arab tetap diminta belajar di Indonesia lagi, terutama dengan KH Sholeh Darat atau KH Cholil Bangkalan.
 
Karya-karya di bidang Falak yang dilahirkan oleh KH Ahmad Dahlan adalah: Tadzkiratu al Ikhwan fi Ba’dli Tawarikhi wal ‘Amali al Falakiyati (selesai ditulis 1901), Natijah al Miqat (selesai ditulis 1903) dan Bulughu al Wathar (selesai ditulis 27 Dzul Qa’dah 1320 di Darat Semarang). Ditengarai, masih banyak karya-karya KH Ahmad Dahlan yang sampai sekarang belum terlacak. 
 
Dalam kitab Tadzkiratu al Ikhwan fi Ba’dli Tawarikhi wal ‘Amali al Falakiyati ditegaskan oleh Zainul Milal Bizawie sebagai kitab hisab awal bulan pertama yang ditulis oleh ulama Nusantara. Ini menjawab atas dugaan selama ini bahwa kitab hisab awal bulan yang pertama ditulis adalah Sullam Nayyirin yang baru ditulis 1925. Pola kitab karya KH Ahmad Dahlan masih menggunakan angka Abajadun dengan memakai Zaij Ulugh Beik.

Kitab Natijah al Miqatberisi tentang kaidah ilmu falak tentang penggunaan rubu’ mujayyab dalam penentuan awal waktu shalat dan arah kiblat. Dalam kitab ini juga dirangkumkan pemikiran-pemikiran guru KH Ahmad Dahlan: Syaikh Husain Zaid Mesir, Syaikh Abdurrahman bin Ahmad Mesir, Syaikh Muhammad bin Yusuf Makkah dan KH Sholeh Darat. Kemudian pada tahun 1930, kitab Natijah al Miqatdisyarahi oleh Syaikh Ihsan Jampes (wafat 1952) dengan kitabnyaTashrihu al Ibarat.
 
Kitab Bulughu al Watharini merupakan kitab falak pertama yang ditulis ulama Nusantara dengan sistem haqiqi tahqiqi. Kitab ini selesai ditulis bersamaan dengan kitab Muntaha Nataij al Aqwal karya Syaikh Hasan Asy’ari Bawean. Induk kitab yang dirujuk dalam membuat Bulughu al Wathardan Muntaha Nataij al Aqwal berasal dari ilmu zaij kitab Al Mathla’ fi Al Sa’id fi Hisabi al Kawakib ‘ala Rashdi al Jadid karya Syaikh Husain Zaid Al Mishri.
 
Khazanah keilmuan falak yang dimiliki oleh KH Ahmad Dahlan dan Syaikh Hasan Asy’ari Bawean ini yang turut serta mewarnai perkembangan ilmu falak di Pondok Pesantren. Dinamika keilmuan falak di dunia pesantren selalu merujuk pada kajian-kajian ilmiah ulama Nusantara yang mampu mengembangkan ilmu falak yang berasal dari Arab.
 
KH Ahmad Dahlan dalam kesehariannya, bersama keluarga menempati rumah di sekitar Masjid Agung Kauman Semarang. KH Ahmad Dahlan selain dikenal sebagai ulama, juga ahli dalam bidang dagang dan tergolong berekonomi kuat (punya banyak toko di Pasar Johar). Bekal itulah yang digunakan untuk berjuang membangun dakwah Islam di Kota Semarang. Dan sepeninggal KH Sholeh Darat pada tahun 18 Desember 1903, Pondok Pesantren Darat diasuh oleh KH Ahmad Dahlan.
 
Selama kurang lebih delapan tahun, KH Ahmad Dahlan menggantikan guru sekaligus mertuanya mendidik para santri yang belajar ilmu agama di Pondok Pesantren Darat. Dengan segala dedikasi penuh, para santri yang mengaji di Pondok tersebut diajar sebagaimana cara KH Sholeh Darat mendidik. Termasuk KH Ahmad Dahlan mengajarkan ilmu falak kepada para santri-santrinya dengan menggunakan tiga kitab falak yang ditulisnya.
 
Keahlian ilmu falak yang dimiliki oleh KH Ahmad Dahlan tidak pernah lepas dari keahlian falak yang dimiliki oleh KH Sholeh Darat. Dalam beberapa kisah disebutkan bahwa KH Sholeh Darat yang merupakan guru dari ulama Jawa ini sangat tepat dalam menghitung waktu shalat dan penentuan awal bulan Ramadhan dan Syawwal. 
 
Proses penegasan dalam penentuan waktu shalat dan Ramadhan ia tegaskan dalam beberapa karyanya. Termasuk keterbukaan KH Sholeh Darat dalam mengawal tradisi “Dugderan” di Kota Semarang sebagai bentuk kepedulian ilmu falak dan ilmu sosial. Dimana ketika masyarakat Semarang ingin menyambut kehadiran Ramadhan dirayakan dengan bunyi-bunyi bedug dan petasan, maka disebut dug der (dug bunyi bedug dan der bunyi petasan).
 
Keahlian falak yang dimiliki KH Sholeh Darat adalah ketika diminta menghitung jumlah palawija yang ada di dalam karung oleh Belanda. Dengan sangat cepat berdasar ilmu hitung falaknya, maka KH Sholeh Darat memberikan jawaban dengan tepat. Kekaguman Belanda pada prediksi jumlah isi palawija itulah yang menjadikan Belanda kagum dengan ilmu falak KH Sholeh Darat.
 
Putra KH Ahmad Dahlan yang bernama Raden Ahmad Al Hadi berdakwah menuju Loloan Timur Jembrana Bali adalah karena mendapatkan isyarat dari KH Cholil Bangkalan (1820-1925) selaku gurunya. Selain itu, setelah KH Ahmad Dahlan wafat, Ibunya menikah lagi dengan KH Amir dan pindah ke Simbang Kulon Pekalongan. Dengan bekal ilmu agama yang dimiliki itu, putra KH Ahmad Dahlan bernama Ahmad ini berdakwah ke Bali. 
 
Sebagaimana ayahnya, Raden Ahmad Al Hadi sangat senang dengan ilmu pengetahuan agama. Walaupun sejak kecil sudah dilatih berdagang di Pasar Johar Semarang, namun Raden Ahmad Al Hadi tetap semangat mengaji. Sehingga di usia 16 tahun ketika ia ditinggal wafat KH Ahmad Dahlan ia ikut belajar di Pondok Pesantren ayah tirinya, KH Amir. Setelah itu ia merantau dari pondok ke pondok hingga pernah belajar Makkah.
 
Sebagaimana dijelaskan oleh KH Fathur RA (anak kandung Raden Ahmad bin Ahmad Dahlan), bahwa Raden Ahmad sangat tinggi minat belajarnya. Pondok Pesantren yang dijadikan tempat mencari ilmu adalah: Pondok Pesantren Kaliwungu (berteman dengan KH Abul Choir selama dua tahun), Pondok Pesantren Buntet Cirebon (belajar ilmu silat), Pondok Pesantren Kiai Umar Sarang (belajar ilmu alat), Pondok Pesantren KH Munawwir Krapyak Yogyakarta (belajar Al Qur’an), Pondok Pesantren KH Dimyati Termas, Pondok Pesantren KH Idris Jamsaren Solo.
 
Setelah tamat dari Pondok Manbaul Ulum Jamsaren Solo dengan bekal Beslit dari Governoor Belanda Jawa Tengah, Raden Ahmad melanjutkan belajar ke Makkah dan Madinah berguru dengan pamannya sendiri, KH Mahfudz Termas. 
 
Sepulang dari Arab, Raden Ahmad masih mengaji dengan KH M Hasyim Asy’ari di Jombang (satu tahun) dan KH Cholil Bangkalan Madura (satu tahun). Saat di Bangkalan inilah ia bertemu dengan KH Kusairi Shiddiq (mertua KH Abdul Hamid Pasuruan). Perintah Kiai Cholil pada Raden Ahmad adalah menuju Bali bertemu dengan murid Kiai Cholil yang bernama Tuan Guru Haji Muhammad di Loloan Timur Jembrana Bali. Dan ia jalani hingga mendirikan Pondok Pesantren Manba’ul Ulum di Jembrana Bali. Nama “Manba’ul Ulum“ adalah tabarukan dengan almamaternya saat mondok di Jamsaren.Wallahu a’lam.

M. Rikza Chamami
Sekretaris Lakpesdam NU Kota Semarang dan Dosen UIN Walisongo

FOTO : Makam KH. Ahmad Dahlan berada disisi timur Makam KH. Sholeh Darat di Makam Bergota Semarang


IPNUIPPNUKABSEMARANG.OR.ID ~ Dalam rangka memperingati hari lahir IPNU yang ke 63 dan IPPNU yang ke 62, PC IPNU IPPNU KABUPATEN SEMARANG menggelar serangkaian acara pada hari Sabtu - Minggu tanggal 25 - 26 Februari 2017 di MTs Amal Soleh Kec. Getasan, Kab. Semarang yang dihadiri sekitar 80 pengurus pimpinan cabang dan anggota - anggota IPNU IPPNU se Kab. Semarang. 

Adapun serangkaian acara dimulai ba'da maghrib, mulai dari sholat maghrib berjamaah dilanjutkan dengan acara ubudiyah yaitu melestarikan tradisi ahlusunnah wal jamaah yaitu tahlilan, setelah itu dilanjutkan sholat isya’ berjamaah dan selanjutnya mulai acara pembukaan.

Ketua PC IPNU Kab. Semarang Rekan Muchamad Fahmi Latif mengajak kepada semua pengurus dan anggota untuk selalu menjaga tradisi ke NUan dimana saja dan kapan saja, karrna diakui itu adalah salah satu bagian dari menjaga kedaulatan dan stabilitas Negara Kesatuan Republik Indonesai dan membuktikan kalo organisasi IPNU IPPNU adalah bagian dari yang menjaga dan melestarikan tradisi NU. Itu adalah sebabnya IPNU dan IPPNU sampai hari ini masih hidup dan justru semakin berkembang, beliau menekankan kepada para pengurus untuk lebih mensolidkan diri dan lebih banyak lagi meluangkan waktu untuk organisasi sebagai refleksi atas perjalanan organisasi kalo tidak solid dan masif akan semakin pupus dan lama kelamaan akan hilang sendirinya di telan zaman. Beliau juga menghimbau untuk seluruh kader supaya selalu meraungkan kemenangan dan mampu menjadi garda terdepan dalam mengawal santri dan pelajar nusantara dalam mengemban amanah dan mengabdikan diri untuk agama, nusa, dan bangsa.

Selanjutnya adalah sambutan dari Kyai Syarif yang mewakili PCNU Kab. Semarang serta membuka acara pada malam hari itu. Beliau sangat apresiatif terhadap kegiatan IPNU IPPNU karena dinilai sangat baik dan bermanfaat bagi kemaslahatan umat, karena IPNU IPPNU adalah generasi penerus yang selanjutnya akan meneruskan perjuangan kakak - kakak senior yang sekarang ada di Ansor dan Fatayat bahkan bisa meneruskan para ulama yang berada dikepengurusan NU sendiri. Beliau berpesan agar seluruh kader baik pengurus ataupun anggota untuk "Ngilo" dalam Bahasa Indonesia artinya mengaca, refleksi beliau artikan untuk mengaca apa yang telah terjadi, yang buruk jangan sampai terulang lagi dan yang baik harus dijaga dan lebih dikembangkan lagi supaya IPNU dan IPPNU tetap hidup selama lamanya. Beliau menekankan agar semua pengurus harus terlibat aktif dalam seluruh kegiatan yang sudah direncanakan agar IPNU IPPNU bisa tetap hidup dan terasa budaya gotong royong dan kekeluargaanya.

Acara pada malam hari itu sangat  istimewa karena memunculkan program baru yang mulai diagendakan pada Bulan Maret kedepan. Seluruh pengurus menyepakati untuk menghidupkan selapanan yang diberi nama SELARUT (selapan rutin) PC IPNU IPPNU Kab. Semarang yang akan mulai dilaksanakan tanggal 12 Maret 2017 di Kec. Banyubiru. Lapanan itu ditetapkan setiap hari Ahad Legi.

Pembahasan lainya adalah mengenai pentingnya kaderisasi yang juga diagendakan kedepan untuk mengadakan LATFAS, PESANTREN RAMADHAN dan LAKMUD.

Acara malam itu berakhir pukul 01.00 dini hari. Pagi harinya dilanjutkan dengan senam islam nusantara dan outbond serta terakhir adalah penutupan kegiatan, bukan hanya itu saja karena sebelum pulang para pengurus juga menjenguk anggota IPPNU yang juga sedang sakit dirumah dan setelah itu pulang kerumah masing - masing.



TIM REDAKSI
Lembaga Pers Dan Penerbitan PC. IPNU Kab. Semarang 
Jurnalis : Danang .P .W 


IPNUIPPNUKABSEMARANG.OR.ID ~ Sikap Hubbul Wathon yang Harus Ditunjukkan Segenap Rakyat Membantu Pemerintah Menghadapi Kasus Freeport di Pengadilan Arbitrase Internasional
Akhir-akhir ini mencuat kasus pertambangan emas terbesar di dunia yang dimiliki PT Freeport Indonesia di Provinsi Papua, Indonesia. Kasus ini memanas hingga Richard C. Adkerson, presiden McCoran Freeport Inc., induk PT Freeport Indonesia akan membawa kasus ini hingga ke pengadilan arbitrase internasional. Permasalahan muncul karena PT Freport Indonesia yang awalnya bertatus kontrak karya tidak mau menuruti peraturan menteri ESDM untuk merubah statusnya menjadi Ijin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) guna memperleh ijin eksport hasil tambang dari lokasi pertambangan di Timika ke Amerika Serikat. Presiden McCoran Freeport Inc. mengatakan bahwa IUPK memberi dampak yang tidak menguntungkan bagi perusahaannya.
Sebagaimana diketaahui, PT Freport Indoneia telah berdiri sejak awal orde baru di bawah kepemimpinan Suharto. Perusahaan tersebut memiliki prosentase yang besar terhadap keuntungan pertambangan di Timika, Papua. Tentu tidak akan mudah bagi PT Freeport untuk melepaskan sahamnya kepada pemerintah ataupun perusahaan yang berpusat di Indonesia. Sebagaimana dalam peraturan IUPK, pemegang dalam hal ini PT Freport harus melepaskan hingga 51 % saham perusahaan. Tentu tidak akan mudah bagi PT Freeport melepaskan saham pertambaangan yang selama 50 tahun atau setengah abad ini sudah memberikan keuntungan yang tak ternilai jumlahnya dari bumi papua.
Menyikapi hal itulah, PT Freeport McCoran melalui presiden perusahaan Richard C. Adkerson berupaya mengajukan permasalahan yang dihadapi ke pengadilan arbitrase internasional. Dalam kasus ini, PT Freeport McCoran melaporkan pemerintah Republik Indonesia atas klaim pertambangannya di Timika, Papua sehingga Pemerinta Indonesia dalam hal ini akan berhadapan dengan PT Freeport McCoran di pengadilan arbitrase internasional.
Sebagai sebuah negara yang besar dengan jumlah penduduk yang besar pula, tentunya haraapan pemerintaah adalah ingin memanfaatkan setiap sumber daya alam berupa tanah, air dan kekayaan alam lainnya yang ada di Indonesia untuk kemslahatan warganya sebagaiman amanat UUD 1945 pasal 33 ayat 3. Termasuk dalam hal ini adalah sumber daya mineral yang selama ini ‘dibiarkan’ luput dari memberi manfaat kepada warganya di PT Freeport Indonesia, Papua. Pemerintah dalam masalah ini tidak boleh dibiarkan berjalan sendiri menghadapi keangkuhan penjajah asing yang ingin terus menerus mengeruk kekayaan Indonesia melainkan harus dibantu dengan sikap dan dukungan dari rakyatnya. Hal ini harus dipahami bahwa kemenangan pemerintah Indonesia akan membawa dampak kemakmuran bagi rakyat Indonesia utamanya Papua yang selama ini selalu tertinggal dalam berbgai hal.
Menyikapi hal tersebut, ternyata beberapa wakktu yang lalu ketua organisasi masyarakat terbesar di Indonesia, Partai Besar Nahddlotul Ulama’ (PBNU) yakni KH. Aid Aqil Siroj telah menyampaikan sikapnya mewaakili sseluruh masyarakat NU di Indonseia. Sikap yang berisi dukungan moral Nahddlotul Ulama’ (NU) tersebut disampaikan oleh Said Aqil ketika bertemu dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan di kantor Kementerian ESDM Jakarta lima hari yang lalu tepatnya pada 20 Februari 2017. Sikap PBNU tersebut tentunya mewakili aspirasi seluruh mssyarakat NU atas permasalahan yang saat ini dihadapi oleh pemerintah.
Sikap yang disampaikan oleh Said Aqil dan utamanya kalangan nahdlliyin adalah upaya memberikan dukungan dalam rangka melakukan pembelaaan atas apa yang saat ini terjadi di tanah air Indonesia. Sikap ini merupakkan sikap yang diajarkan oleh guru piritual terbesar bagi kalangan Nahddlotul Ulama’, KH. Hasyim Asy’ari bahwa dalam memperjuangkan segenap tumpah darah adalah bagian dari iman atau dalam Bahasa arab dikenal dengan istilah Hubbul Wathon Minal Iman. Hal ini pernah dijalankkan oleh kalangan Nahddlotul Ulama’ dalam rangka mempertahanan kemerdekaan di awal masa revolusi. Yakni ketika terjadi pertempuran 10 November di Surabaya dimana waktu itu myarakat NU, khususnya kalangan santri rela berperaang demi memperthnn keutuhan NKRI sebagai bagian dari jihad Islam.
Kini ketika kemerdekan sudah tercapai, berjuang di medan perang bukan lagi menjadi sebuah bentuk yang relevan untuk menunjukan hubbul wathon atu cintaa tanah air. Upaya menunjukan hubbul wathon atau cinta tanah air saat ini dibuktikan dengan upaya riil membela harkat dan martabaat bangsa dari berbagai upaya asing yang ingin merendahkan kedaulatan bangsa dan negara.
Dengan adanya upaya PT. Freeport yang tidak ingin patuh pada peraturan pemerintah bahkan mengajukan keberatannya hingga ke pengadilan arbitrase internasional, inilah saatnya masyarakat NU khususnya serta utamanya seluruh rakyat Indonesia untuk bersatu menunjukkan rasa cintanya terhadap tanah air dengn cara bersikap melawan keangkuhan PT. Freeport. Serta utamanya bagi masyarakat mulim sebagai mayoritas pemeluk agama di tanah air ini, membentuk barikade hubbul wathon untuk menolak PT. Freport akan jauh lebih mulia dalam rangka jihad fi sabilillah daripada membentuk barikade yang mempermasalahkan kasus hukum segelintir oknum yang tidak di sukai.
Dengan adanya sikap yang sama dalam rangka mendukung pemerintah untuk mengtasi kasus ini, paling tidak akan ada dorongn semaangat bagi pemerintah untuk memenangkan kasus Freeport di pengadilan arbitrase internasional. Tentunya tidak lupa dengan doa dan upaya riil berupa sikap dukungan terhadap pemerintah, kemenangan untuk pemerintah yang berarti kemenangan untuk rakyat Indonesia adalah sebuah harapan besar yang ditunggu-tunggu kedatangnnya.


TIM REDAKSI

Lembaga Pers & Penerbitan IPNU Kab. Semarang
Jurnalis : Nur Kholis

KONTAK KAMI (VIA E-MAIL)

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget